Minggu, 22 Juli 2012

Pelawatan Paduan Suara dan Tim Musik ke GKI Sragen

Pada tanggal 22 Juli 2012, Paduan Suara Efrata GKI Boyolali beserta dengan tim musik berkesempatan untuk melayani di GKI Sragen. Sebenarnya, pada bulan Agustus 2010, Paduan Suara dan tim musik juga sudah akan melawat ke GKI Sragen, namun pada H-2, ada anggota jemaat GKI Boyolali yang juga anggota Paduan Suara meninggal dunia, yaitu Bp. Ing, sehingga pelawatan ke GKI Sragen dibatalkan. Pertengahan tahun 2011, komisi musik juga merencanakan untuk melawat ke GKI Sragen, namun karena tidak menemukan tanggal yang pas, rencana tidak jadi dilaksanakan. Baru pada bulan Juli tahun 2012 inilah, pelawatan ke GKI Sragen akhirnya terlaksana.

Pada mulanya, direncanakan akan melakukan pelawatan pada pertengahan bulan Juni, namun ada beberapa anggota paduan suara yang tidak bisa ikut karena ada acara sendiri, selain itu tim musik juga tidak cukup waktu untuk mempersiapkan diri, jadi, rencana pelawatan diundur ke pertengahan bulan Juli, yaitu pada Juli minggu ketiga dan semua sudah setuju. Namun, lagi-lagi, pada saat memasuki bulan Juli, pelatih Paduan Suara, Bp. Dwi, mengabari bahwa dia sebenarnya sudah punya janji akan mengisi acara di gereja lain sehingga tidak bisa jika melawat ke GKI Sragen dan meminta supaya diundur. Dan untuk kesekian kalinya, pelawatan harus diundur, yaitu diundur seminggu menjadi tanggal 22 Juli 2012. Puji Tuhan akhirnya tidak akan diundur lagi dan terlaksana.

Setiap hari Jumat, Paduan Suara melakukan latihan dan mempersiapkan 2 buah lagu yang nantinya akan dinyanyikan di GKI Sragen. Sedangkan tim musik, setiap ada waktu kosong melakukan latihan untuk mengiringi kebaktian di GKI Sragen dan juga satu buah pujian sendiri. Dan seminggu sebelum hari H, tim musik berkesempatan untuk berlatih bersama Ibu Dewi dari Sragen yang nantinya akan melayani sebagai PNJ.
Pada hari Jumat, dua hari sebelum hari H, Paduan Suara melakukan gladi bersih di gereja, dan puji Tuhan sudah baik sekali pujian yang dinyanyikan. Setelah latihan selesai diadakan diskusi untuk seragam, dan transportasi yang digunakan. Mobil yang digunakan yaitu mobil dari Bp. Slamet R. untuk membawa barang-barang yang diperlukan, serta mobil dari Bp. Agus P. dan Bp. Handoyo S. untuk membawa anggota paduan suara. Lucunya, untuk seragam, akhirnya hanya menggunakan seragam putih-hitam, karena seragam paduan suara yang sudah lama tidak digunakan, sudah banyak yang tidak muat lagi.
Pada hari Sabtu sore, pukul 17.00 WIB, Bp. Slamet R. ditemani Sdr. Demas S. berangkat terlebih dahulu ke Sragen untuk membawa barang-barang yang diperlukan. Dan pada pukul 18.00 WIB, tim musik, yang terdiri dari Sdr. Obed, Sdr. Ade, Sdr. David, dan Sdr. Triwanto berangkat juga ke Sragen dengan mengendarai sepeda motor.

Sesampainya di Sragen, yaitu sekitar pukul 8 malam, rombongan langsung disambut oleh Ibu Dewi dan diajak makan malam bersama. Setelah itu Bp. Slamet dan Sdr. Demas pamit untuk kemudian mengunjungi keluarga Bp. Slamet yang juga ada di Sragen. Tim musik langsung menata tempat dan melakukan gladi bersih malam itu. Setelah latihan, dilanjutkan beristirahat karena hari sudah malam. Namun, pada malam itu, tim musik tidak bisa tidur pulas, hanya bisa berusaha memejamkan mata saja karena hawa di Sragen cukup panas, berbeda sekali dengan di Boyolali. Sebenarnya di kamar tersebut disediakan AC, namun jika digunakan maka malah menjadi dingin sekali karena suhunya tidak bisa diatur.

Paginya, tim musik langsung saja mandi dan mempersiapkan diri untuk mengiringi kebaktian.
Di Boyolali, anggota paduan suara berkumpul di gereja pukul 4.30 WIB dan berangkat dari Boyolali pukul 5.00 WIB. Perjalanan terasa sedikit menegangkan karena mobil yang disopiri oleh Bp. Agus dan Bp. Handoyo melaju dengan cepat. Sebenarnya menurut kabar, di Sragen akan ada Car Free Day, sehingga untuk menuju ke GKI Sragen harus memutar dahulu, namun ternyata setelah sampai di Sragen tidak ada Car Free Day yang mungkin ditiadakan selama bulan puasa. Rombongan paduan suara tiba di GKI Sragen pada pukul 6.15 WIB. Setibanya di GKI Sragen, rombongan makan snack terlebih dahulu baru kemudian bersiap-siap mengikuti kebaktian.

Kebaktian Minggu tersebut dilayani oleh Pdt. Yonatan Wijayanto, yaitu pendeta GKI Sragen sekaligus pendeta konsulen GKI Boyolali. Tema khotbah saat itu adalah "Hati yang Berbela Rasa" yang isinya mengajarkan tentang bagaimana kita harus mengasihi orang-orang di sekitar kita yang sedang mengalami penderitaan.
Paduan suara terdiri dari 16 orang, yaitu Bp. Dwi, Ibu Boedi W., Ibu Dewi A., Ibu Winny K., Sdri. Anna, Ibu Thomas, Ibu Endang W., Bp. Agus P., Bp Paiman, Sdr. Ade H., Sdr. Obed W., Bp. Andi, Bp. Handoyo S., Bp. Slamet R., Sdr. Demas, dan Bp. Pieter R. Paduan Suara membawakan 2 buah pujian yang berjudul "How Great the Love" dan "Keluarga Beriman".

"How Great the Love"
Sungguh besar kasih dari Allah Bapa
Panggil kita semua umat-Nya
Anak Allah dilahirkan dari roh Allah
Dan pada saatnya Dia ‘kan memberi tahu
Suatu hari ku ‘kan lihat Dia
Dan ku tahu bahwa ku ‘kan s’perti Dia
K’rajaan Allah nantinya ‘kan menjadi rumah milikku
Dunia tak ‘kan dapat menahan kita
Yang mempunyai janji kekekalan
Kar’na kasih-Nya pada diriku
Sungguh besar kasih Allah
Yesus itu, Yesus itu adalah kasih
Dia menghapus semua dosa kita

Kematian-Nya hapus hukuman dan perbudakan
Kupercaya Kristus ‘kan mendengar doaku
Suatu hari ku ‘kan lihat Dia
Dan ku tahu bahwa ku ‘kan s’perti Dia
K’rajaan Allah nantinya ‘kan menjadi rumah milikku
Dunia tak ‘kan dapat menahan kita
Yang mempunyai janji kekekalan
Kar’na kasih-Nya pada diriku
Sungguh besar kasih Allah
Kasih memenuhi dan mengalir t’rus
Tak hanya s’karang tapi s’lamanya

Lebih tinggi dan dalam dari kasih dunia
Kasih Allah sabar dan murni
Suatu hari ku ‘kan lihat Dia
Dan ku tahu bahwa ku ‘kan s’perti Dia
K’rajaan Allah nantinya ‘kan menjadi rumah milikku
Dunia tak ‘kan dapat menahan kita
Yang mempunyai janji kekekalan
Kar’na kasih-Nya pada diriku
Sungguh besar kasih Allah
Kasih Allah
sungguh besar kasih Allah

"Keluarga Beriman"
Dalam hidup di tengah dunia
kita dipanggil untuk mencinta
Berawal di tengah keluarga
mengasihi Tuhan dalam sesama
Ayah, Ibu, Saudari-saudara
saling percaya dan berusaha
Meniru laku keluarga kudus (Yusuf, Yesus, Maria)
taati kehendak Bapa di Surga
Di tengah keluarga
Kita hidup bahagia
Hidup dalam kasih
Setia saling mencinta
Keluarga beriman
Allah kuasa beserta kita
Melimpahkan Rahmat
Serta cinta selamanya
Seluruh dunia serta gereja
Jadi lahan pengabdian nyata
Mengabdi Bapa
Dalam suka-duka
Allah sumber bahagia keluarga


Tim musik juga mempersembahkan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Sdr. Triwanto yang berjudul "Di Bawah Matahari"

"Di Bawah Matahari"
Di bawah matahari tiada yang abadi
Semua yang datang pasti ‘kan pergi lagi
Lihat sungai-sungai mengalir deras ke laut
Dari waktu ke waktu laut tak pernah penuh
Berapa lama lagi hidup ini bertahan?
Siapa yang dapat melawan kematian?

Berapa banyak lagi kekurangan dalam hati?
Semua akan berkumpul, hukuman pun menanti
Jangan berpikir mudah untuk melakukan
Dosa yang terukir dapat kau hapuskan
Tidaklah cukup kau berbuat kebaikan
Atau memberi harta yang kau miliki
Iman di hati jangan kau lepaskan
Tersungkur, menangislah dihadapan-Nya
Tuhan masih menunggu pertobatan yang sungguh
Kasih setia Tuhan tiada putusnya
Bagi semua orang yang takut akan Tuhan
Dan yang mau kembali kepada jalan-Nya


Setelah kebaktian selesai, rombongan paduan suara langsung beres-beres dan pulang ke Boyolali. Sedangkan tim musik mampir dulu ke warung makan untuk minum-minum dan beristirahat baru pulang ke Boyolali.
Demikianlah pelawatan yang dilakukan ke GKI Sragen, semoga bisa menjadi berkat bagi semua orang, terkhusus bagi paduan suara dan tim musik GKI Boyolali agar bisa memberikan motivasi lebih serta semakin bertumbuh dalam pelayanan. Tuhan memberkati. :)



Minggu, 15 Juli 2012

Membangun Optimisme Masa Depan Secara Benar

Indonesia pernah mengalami tragedi sosial, ekonomi, politik, dan kemanusiaan yang dasyat ketika terjadi krisis 1998. Padahal, hanya dalam jarak beberapa tahun sebelumnya, Indonesia mencanangkan diri akan segera "tinggal landas" (take off). Bahkan, media massa internasional pun memasukkan Indonesia menjadi salah satu macan Asia. Optimisme yang berbunga-bunga ini tidak menjadi kenyataan. Sebaliknya, yang terjadi adalah kehancuran di nyaris semua bidang kehidupan. Indonesia menjadi bangsa paria yang dinista dimana-mana. Mengapa optimisme itu runtuh dan berubah menjadi tragedi yang memilukan? Karena segala kemajuan dan kemakmuran tersebut hanya semu adanya. Semua hal yang tampaknya hebat ternyata amat rapuh, karena dibangun di atas dasar yang sangat keropos (hutang luar negeri yang tidak terkendali, ketidakadilan, ketidakbenaran, keserakahan, kekuasaan tanpa kontrol, dan pembungkaman setiap orang yang berani mengkritik). Ironisnya, sebagian besar lembaga-lembaga agama di Indonesia umumnya justru ikut mendukung dan mengamini optimisme tersebut, tentu dengan bermacam ragam teologi yang ditawarkannya. Hanya sebagian kecil lembaga agama yang berani menyuarakan suara kritisnya. Itu menunjukkan bahwa sebagian besar lembaga-lembaga atau agama-agama tersebut, termasuk kita telah gagal menyuarakan suara kenabian.

Dalam lingkup yang lebih kecil, dalam kehidupan sehari-hari, kita juga sering mengalami kenyataan-kenyataan pahit, padahal sebelumnya kita memiliki optimisme yang luar biasa. Mengapa demikian? Bukankah seringkali karena optimisme tersebut debangun di atas dasar yang rapuh dan keropos, sehingga menjadi optimisme yang semu?

Lalu, dimana peran agama? Agama mestinya berperan meletakkan dasar-dasar yang kokoh, kuat, dan sejati, atas optimisme yang dibangunnya, yaitu kehidupan yang bermiral dan beretika, sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun, harus diakui, tidaak jarang para pemuka agama telah ikut serta membutakan hati nurani umat, sehingga demi menyenangkan umat, kebenaran Tuhan disembunyikan dari hadapan umat. Terkadang, setelah tragedi itu terjadi, para pemuka agama mengatakan, "Ini adalah ujian bagi iman kita, cobaan atas kesetiaan kita". Ini adalah mekanisme bela diri yang ganjil. Tidak satu kali pun ada seruan untuk melakukan pertobatan bersama. Itu artinya, setelah tragedi terjadi, pengakuan dosa pun tidak pernah terbesit dalam khasanah berteologi. Maka, tidak heran, tragedi demi tragedi yang sama dalam kehidupan manusia, seperti komedi putar.

Minggu, 08 Juli 2012

Dipanggil dan Diutus

Pada dasarnya, setiap kita dipanggil dan diutus Allah untuk menjadi saksi-Nya, dimana pun kita berada. Kita, yang telah menjadi umat-Nya, diutus menjadi pemberita kasih Allah kepada sesama (1Petrus 2: 9). Menghayati hidup dalam semangat melaksanakan tugas panggilan dan pengutusan Allah pada sesama dan dunia, adalah hakikat kita sebagai umat Kristen.

Pelaksanaan tugas pengutusan ini tidak harus kita tanggung sendiri. Kita dipanggil Tuhan untuk berkarya bersama dengan yang lain. Ibu Theresa pernah mengatakan: "Anda bisa melakukan apa yang saya tidak bisa lakukan. Saya bisa melakukan apa yang tidak dapat Anda lakukan. Bersama-sama kita bisa melakukan hal-hal besar". Kita harus mengakui dengan rendah hati, bahwa ada bagian yang dapat kita kerjakan dengan baik, tetapi ada, bahkan lebih banyak lagi, bagian yang tidak dapat kita lakukan untuk melaksanakan tugas pengutusan Yesus untuk bersaksi bagi dunia. Kita diminta bersinergi dalam melaksanakan tugas panggilan dan pengutusan Allah pada dan bagi dunia, bersama dengan rekan sepelayanan lainnya, antar jemaat, antar gereja, dan sebagainya. Dengan demikian, pelayanan yang kita kerjakan, sebagai wujud nyata tugas pengutusan kita, akan berjalan dengan efektif dan mencapai hasil yang maksimal.

Ketika kita bekerja sebagai tim, maka semua rintangan dan tantangan dapat diatasi. Bukankah sebatang anak panah akan mudah dipatahkan, tetapi, tidak demikian jika mereka terikat erat menjadi satu?

Minggu, 24 Juni 2012

Iman yang Memulihkan

Seorang anak China pada 27 Januari 2006 mendapatkan penghargaan tertinggi dari pemerintahnya. Penghargaan ini diberikan oleh karena pengabdian dan perhatian terhadap ayahnya. Sejak usia 10 tahun, anak ini telah ditinggal pergi oleh ibunya yang sudah tidak tahan lagi bersama dengan suami yang mengalami sakit keras dan miskin. Zhang Da hidup bersama dengan papa yang tidak bekerja. Kondisi itulah yang membuat dia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan baik untuk kebutuhan hidup sehari-hari maupun obat-obatan bagi papanya.

Dengan tidak melakukan kejahatan, ia memikul tanggung jawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Dari rumah sampai sekolah ia harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Setelah pulang sekolah, ia bergabung dengan tukang batu yang membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil dari pekerjaan itu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama 5 tahun. Sejak umur 10 tahun ia bertanggung jawab merawat papanya, ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-kali ia memandikan papanya. Ia membeli beras dan membuat bubur, segala urusan ia lakukan dengan penuh tanggung jawab dan kasih.

Apa yang dilakukan Zhang Da menyentuh banyak kalangan, baik para pejabat, pengusaha, maupun kalangan artis. Dalam acara pemberian penghargaan, ia ditanya, "Apa yang Engkau inginkan, sebut saja dan mereka akan membantumu". Dengan bibir bergetar ia menjawab, "Aku mau mamaku kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, mama kembalilah!". Kenapa ia tidak meminta pengobatan untuk ayahnya, kenapa ia tidak meminta deposito untuk pendidikannya?

Seorang anak berusia 10 tahun dapat menjalankan tanggung jawab yang begitu berat selama 5 tahun. Kesulitan hidup telah membuat anak ini menjadi pribadi yang tangguh dan pantang menyerah. Zhang Da adalah anak yang berbeda dengan anak-anak dijaman sekarang. Jaman sekarang, banyak anak yang dimudahkan dengan segala sesuatunya, karena alasan sayang, orang tua selalu membantu anaknya, meskipun sang anak sudah mampu melakukannya.

Terluput dari Badai

Ada sebuah nasehat yang mengatakan: "Daripada mengutuki kegelapan, lebih baik mengambil sebuah lilin dan menyalakannya". Mengapa? Kegelapan seringkali kita identikkan dengan masalah, persoalan, kesulitan, ancaman, dan tantangan. Reaksi yang biasa ditunjukkan seseorang ketika ada dalam kegelapan adalah mengeluh, marah, kecewa, putus asa, bahkan tidak jarang ketika ada dalam kegelapan, orang mengambil keputusan (dengan) meninggalkan iman kepada Tuhan Yesus Kristus.

Nasehat sederhana ini mengajak kita untuk mengambil sikap dan tindakan yang berbeda, lebih dari yang biasa. Ambil sebuah lilin dan nyalakan. Artinya, jangan biarkan kegelapan menguasai dan membelenggu kita; jangan biarkan kegelapan mengambil dan menentukan hidup kita. Tetapi, kita harus berkuasa atas kegelapan. Apa yang harus kita lakukan? Apabila bersandar pada kekuatan dan akal budi manusia, kita pasti akan kecewa dan akan mengalami kegelapan. Tetapi, dengan bersandar, berharap, dan percaya kepada Kristus, kita akan terluput dari badai kehidupan ini.

Minggu, 03 Juni 2012

Allah Trinitas: Dia yang Jauh Mendekatkan Diri Karena Kasih

Gereja sebagai sebuah kehidupan bersama tentu mengalami pasang surut kehidupan. Di tengah-tengah tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, kita sebagai gereja Tuhan diajak untuk senantiasa bersaksi tentang Allah Trinitas dan karya-Nya. Kesaksian itu tidak hanya secara lisan tetapi juga melalui seluruh kehidupan gereja dan orang percaya secara pribadi.

Pada Minggu Trinitas ini kita diajak untuk merenungkan kembali karya Allah Tritunggal dalam kehidupan kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai gereja/jemaat Tuhan. Allah yang telah menyelamatkan umat-Nya melalui Yesus Kristus telah menghimpun orang-orang percaya sebagai gereja. Ia juga yang menetapkan Kristus sebagai Kepala Gereja dan mengaruniakan Roh Kudus untuk membimbing dan menyertai umat di tengah-tengah tantangan jaman. Dengan demikian, gereja mampu semakin bertumbuh dan mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini.

Namun karya Allah Trinitas ini membutuhkan tanggapan umat yang penuh percaya, yang mau membiarkan dirinya dipimpin oleh Sang Kepala Gereja dan dituntun oleh Roh Kudus agar setiap orang percaya maupun jemaat Tuhan mampu menjelaskan tentang Allah Trinitas, menghayati dan mewujudnyatakan karya Allah Trinitas dalam kehidupan manusia.

Minggu, 20 Mei 2012

Doa Tuhan

Semua orang memiliki masalah dan pergumulan di dalam dunia ini, baik masalah keuangan, kesehatan, kebahagiaan, kepercayaan, keluarga, konflik, dll. Tak seorang pun bisa lolos dari masalah, selama ia masih hidup di dunia, sesuai dengan beban dan kesanggupan masing-masing. Walaupun demikian, terkadang ada seorang yang merasa bahwa masalahnya adalah masalah terbesar dan paling berat sedunia, dan bertanya-tanya kenapa masalah orang lain tidak seberat masalahnya.

Dalam pergumulan-pergumulan di dunia ini, Allah tidak menginginkan kita menjadi anak manja yang cengeng dan penakut. Dia mendidik kita menjadi kuat dan tangguh dalam kehidupan, sambil tetap bergantung terhadap kasih Allah. Tuhan tidak mendidik umat-Nya untuk melarikan diri dari masalah, tetapi berani menghadapi dan sanggup mengatasi masalah demi masalah.

Dalam iman, kita menyatakan ya dan amin, bahwa dalam masalah yang kita hadapi, pemeliharaan dan perlindungan Tuhan menjadi nyata kepada kita. Karenanya, kita belajar percaya, bahkan menjadi saksi pemeliharaan Tuhan di dalam dunia ini. Ketika kita sedang memiliki masalah, disitu Tuhan memakai kita menjadi saksi pemeliharaan Tuhan.

Minggu, 29 April 2012

Menjadi Domba dari Gembala Yang Baik

Perihal siapakah Gembala Yang Baik itu sudah sering sekali dibahas dan dikhotbahkan. Istilah itu secara "eksklusif" dikenakan kepada Tuhan Yesus, dan dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan Tuhan Allah. Sebagai Gembala Yang Baik, Tuhan membawa domba-domba-Nya ke padang yang dipenuhi rerumputan hijau dan (aliran) air yang tenang. Kebutuhan makanan dan minuman domba-domba terpenuhi dengan berlimpah. Tuhan memberikan rasa aman yang besar, sehingga domba-domba dapat berbaring dengan nyaman dan tentram. Di jalan berbahaya Ia menuntun para domba, sehingga mereka dapat melewati dengan selamat. Dan, Tuhan Yesus sebagai Gembala Yang Baik, bahkan menyerahkan nyawa-Nya untuk menyelamatkan domba-domba-Nya. Perhatian, kasih, dan pengorbanan-Nya bagi para domba sangat besar. Tuhan menginginkan agar domba-domba-Nya memiliki kehidupan yang sejahtera dan membahagiakan.

Bagaimanakah para domba harus menunjukkan sikap dan perilaku pas, agar dapat menanggapi kasih dan perhatian Tuhan dengan benar? Pertama-tama, para domba seyogyanya dapat mengenal Tuhan dengan baik (Yohanes 10: 14). Tentu, seturut dengan makna kata yang digunakan disini, yang dimaksudkan dengan "mengenal" adalah memiliki hubungan yang akrab atau intim dengan Tuhan. Ini berlaku untuk pribadi maupun kawanan domba Tuhan. Kedua, sikap dan perilaku domba Tuhan yang benar adalah meneladani perhatian dan tindakan kasih-Nya demi para domba. Tuhan selalu menghendaki domba-domba-Nya hidup dalam kelimpahan (ay. 10). Untuk itu Tuhan juga bersedia mengorbankan diri dan menyerahkan nyawa-Nya. Bagaimana kita dapat meneladani-Nya? Kita dapat meneladani perhatian dan kasih Tuhan yang besar bagi domba-domba-Nya itu dengan bersedia saling merawat dan berbagi, baik dalam kelimpahan maupun kekurangan. Dengan saling merawat dan berbagi, domba-domba Tuhan akan memiliki hidup yang sejahtera dalam segala kelimpahan.